Belajar masak





Wah sudah lama sekali saya nggak up date blok saya ini. Sampai sudah lupa ada berapa banyak cerita yang belum saya tuangkan dalam blog saya. Gara-gara pagi ini ada teman yang bertanya alamat blog saya, saya jadi merasa berkewajiban untuk mengup date blog saya ini.

Kali ini saya ingin menulis tentang hobi baru saya selama belajar memasak di negeri Belanda. Semua orang pasti terheran-heran deh, saya yang dulu masak air aja sampe bikin ceret gosong kok bisa-bisanya di Belanda jadi punya hobi masak. Ha ha ha ha... jangan heran, lha wong saya saja heran.

Kalau saya ingat-ingat lagi, niatan saya masak ini muncul gara-gara saya melihat teman-teman saya yang tinggal di negeri orang itu rata-rata bisa masak. Bukan hanya bisa tapi juga mahir. Mau masakan apapun seprtinya mereka sudah bisa. Saya jadi merasa tertantang untuk bisa masak juga. Masakan pertama yang bisa saya buat adalah bakso belanda. Kenapa saya bilang bakso belanda, karena bakso ini berbeda dengan bakso-bakso di Indonesia. Salah satu bedanya adalah kalau bakso di Indonesia itu lebih banyak daging daripada gandumnya, nah kalau bakso di belanda tentu saja lebih banyak dagingnya daripada gandumnya. Lha wong untuk membuat bakso saja menggunakan daging 400 gram dan gandum hanya 5 sendok makan kok. Dan dalam penyajiannya bakso di belanda itu setelah dibulet-bulet langsung saja digoreng, jadi tidak deperti di Indo yang direbus dulu di air mendidih. Setelah matang tentu saja rasanya jadi berbeda. Tapi enak kok, bener deh...

Sering saya bertanya pada teman saya kok mereka jadi ahli masak memasak begitu sih. Padahal saya tau tuh, pada jaman dulu kala kalau mereka disuruh masak mie rebus aja pasti masih enakan yang saya bikin he he he... Kalau kata mereka, mereka belajar masak karena terpaksa. Walaupun di Belanda cukup banyak restauran Indonesia, tapi harganya mahalnya ampun-ampunan. Dan rata-rata rasanya pun tidak sesuai selera. Mungkin karena sudah dimodifikasi supaya orang Belanda pun doyan dengan masakannya. Akhirnya belajar masaklah mereka. Kalau saya selain karena alasan masakan Indonesia itu dijual mahal di Belanda juga karena saya tidak mau kalah dengan teman-teman saya, he he... Malu dong kalau nanti pulang ke indo saya tidak membawa ketrampilan apa-apa. Paling tidak kalau saya ditanya bisa apa setelah pulang dari Belanda, saya bisa jawab "sudah bisa masak" he he... Selain alasan-alasan tersebut saya juga jadi rajin mencoba resep-resep baru karena dapur host family saya itu besar dan luas. Sangat nyaman untuk dipakai belajar memasak. Sejak ada saya dapur yang tadinya merupakan wilayah kekuasaan Hoo Koen, sudah menjadi wilayah kekuasaan saya.

Nah karena saking hobinya memasak, saya sampai punya ide dengan teman saya untuk membuat buku resep masakan. Ide ini muncul pada saat teman saya bercerita bahwa host momnya membuat buku resep masakan dari hasil masakan-masakan teman saya. Jadi setiap masakan yang dibuat oleh teman saya tersebut difoto, kemudian teman saya diminta untuk membuat resepnya dan menulis cerita tentang masakannya tersebut. Saya pikir itu ide yang sangat bagus. Tapi setelah teman saya bercerita bahwa dia tidak mendapatkan pembagian hasil dari pembuatan resep masakan tersebut, ide baru muncul dalam kepala saya. Saya meminta teman saya itu untuk membuat sendiri buku resep miliknya, tanpa campur tangan host momnya kemudian menjual sendiri buku resepnya tersebut. Nah setelah sepakat dengan konsep buku yang akan kami buat, mulailah kami membuat buku resep tersebut. Berhubung kami berdua bukan koki atau ahli masak-memasak, buku ini akan kami fokuskan untuk orang-orang Belanda yang tertarik dengan masakan Indonesia dan ingin belajar memasak masakan Indonesia. Semua resep yang ditulis adalah resep yang sudah kami uji coba. Kami meyesuaikan bumbu dan bahannya sesuai dengan apa yang bisa kami dapatkan di Belanda, sehingga nanti orang Belanda yang ingin mencobanya pun mudah untuk mendapatkan bahan-bahannya.

Tadinya kami ingin bisa menyelesaikan buku ini tidak lama setelah teman saya pulang ke Indonesia. Supaya pada saat buku selesai dan dicetak, buku bisa langsung dikirim ke Belanda dan saya bisa menawarkannya pada orang-orang yang tertarik untuk membeli buku ini. Tapi ternyata jadwal yang dibuat meleset. Bahkan sampai saya pulang kembali ke Indonesia buku ini ternyata belum bisa saya selesaikan. Ternyata membuat buku itu susah ya, hu hu... Setelah mencari orang-orang yang mau dan punya banyak waktu untuk mengedit buku kami itu, akhirnya kami mendapat bantuan dari mantan dosen kami kuliah dulu. Ditengah kesibukannya menyelesaikan desertasinya di New Zealand beliau masih sempat menedit buku kami. Selain itu kami juga dibantu oleh host mom saya yang bersedia untuk mentranslate buku kami ke dalam bahasa Belanda. Nah sekarang kami masih menunggu kebaikan orang lagi yang bersedia untuk mencetak buku kami itu dan sekaligus menjualkannya, he he he...

Popular Posts